Ya Rabb..Diri ini milik-Mu

Tuesday 1 June 2010

mavi marmara

salam
sebuah artikel, sekadar renungan dan iktibar atas malapetaka palestin dan mavi marmara::
dari: balqisz.wordpress.com

Kita ditampar dengan tamparan realiti yang amat kuat: Israel laknatullah mengotakan sumpahnya akan menghalang bantuan kemanusiaan tiba kepada rakyat palestin jauh lebih awal dari yang dijangka. Nyata Israel adalah kaum yang kuat berpegang pada sumpah. israel tak perlu takut kecaman dunia akibat melanggar undang-undang antarabangsa dan undang-undang moral manusia. Kan dunia ni memang israel yang punya?

umat islam yang ditampar dengan realiti pun bangun dari mimpi-mimpi yang panjang. dalam masa satu malam tiba2 palestin masuk ke facebook-facebook kita. tiba2 palestin masuk ke dalam doa-doa kita. tiba2 palestin masuk ke dalam sembang-sembang kita. syukur alhamdulillah atas kesedaran ini.

tetapi palestin dan mereka2 yang menanti syahid di atas kapal Mavi Marmara tidak perlukan simpati kita, mereka sedang menanti syahid yang akan terus menghantar ke pintu syurga! Mereka sedang menikmati keindahan, jadi simpati untuk apa? Simpati adalah atas perkara2 yang sedih, bukan berita gembira seperti syahid.

Bersimpati lah kepada diri sendiri. Mereka dapat syahid kita dapat apa?

Berhentilah berazam untuk menjadi burung pipit yang mencurah air ke atas api yang membakar Nabi Ibrahim a.s. Kisah burung pipit itu untuk mendorong kita bergerak, tapi takkan selama2nya ingin mencurah air sahaja. kalau semua orang nak jadi burung pipit, siapa yang nak mengganti tempat Nabi Ibrahim yang dibakar api? Burung pipit atas kudratnya yang lemah itu, mencurahkan air itu adalah satu tugasan yang sangat mulia kerana setimpal dengan batasan tenaganya.tapi kita ini manusia bukan?, dan Nabi Ibrahim yang dibakar dalam api itu manusia seperti kita juga. Jadi berazamlah untuk berjuang seperti Nabi Ibrahim, sampai sanggup dibakar dalam api demi agama ini.Mereka yang di atas kapal itu sedang berusaha mencari ketinggian darjat Nabi Ibrahim insyaAllah, dengan menghantar diri ke dalam api yang marak menyala. Lalu kita yang di luar api inilah burung-burung pipit yang panik melihat api yang sedang marak. tapi kita sudah berbuat apa pun?

sorak-sorai dan hingar-bingar yang kita ciptakan setiap kali sesuatu musibah menimpa ke atas palestin sememangnya perlu, untuk mengingatkan penduduk dunia, bahawasanya kita ini, umat islam, masih ada, masih bernafas, walaupun nafasnya nyawa-nyawa ikan sahaja. hingar-bingar ini akan menyedarkan umat manusia bahawa masih ada satu bilion penduduk islam lagi di atas muka bumi ini yang akan sentiasa mendoakan kesejahteraan palestin.

tapi nanti bila piala dunia bola sepak bermula hingar-bingar ini akan senyap semula. atau bila one in a million musim baru bermula palestin akan hilang semula. saya berani jamin, kalaupun semua yang di atas kapal Mavi Marmara itu syahid, anugerah juara lagu tahun ini akan berlangsung juga. hari ini kita mengutuk israel laknatullah, besok kita beratur untuk beli tiket ke anugerah juara lagu.

dalam usrah saya pernah menyuarakan perkara yang sama, lalu seorang adik memberitahu, "biasalah tu, manusia kan sentiasa berfikiran, yang lepas tu lepas lah, kehidupan harus diteruskan bagi yang masih tinggal'

lalu jawapannya apa?

ingatlah, palestin tak perlukan tangisan kita, walaupun keluar air mata darah sekalipun, mereka lebih jelek melihat tangisan itu yang hanya meraih simpati. Betul, mereka perlukan doa kita, tetapi mereka mahukan doa yang bergerak. Bukan doa yang statik di atas tikar sembahyang. Mereka perlukan perajurit2 yang sanggup meninggalkan kesenangan2 duniawi ini dan bangkit bergerak menyedarkan manusia2 lain, bahawasanya untuk membebaskan palestin hanya boleh dengan menjadi world order, seperti yang sedang disandang oleh israel dan sekutunya amerika. dan utnuk menjadi world order ini kita tidak ada pilihan lain selain bermula dari bawah, iaitu membentuk individu2 muslim.Maka perbaikilah dirimu, dan serulah orang lain untuk menjadi baik!

Betulkah denagn cara ini kita akan dapat membebaskan palestin? wallahua'lam. Segala keputusan adalah di tangan Allah jua. tetapi disinilah kita boleh menjadi burung pipit, apabila Allah bertanya kelak apa perbuatan kita apabila palestin disembelih israel, moga2 kita boleh menjawab denagn jawapan As-Syahid Imam Hassan AlBanna: "Saya sudah menyeru manusia ke arah kebenaran di waktu pagi, petang dan di waktu cuti saya"

Begitulah yang dimahukan, beralasan seperti burung pipit, tetapi bekerja seperti nabi Ibrahim a.s

Allahua'lam.

dari: balqisz.wordpress. com

1 hari dalam kapal itu

Gaza Tidak Membutuhkanmu!

Di atas M/S Mavi Marmara, di Laut Tengah, 180 mil dari Pantai Gaza.

Sudah lebih dari 24 jam berlalu sejak kapal ini berhenti bergerak karena sejumlah alasan, terutama menanti datangnya sebuah lagi kapal dari Irlandia dan datangnya sejumlah anggota parlemen beberapa negara Eropa yang akan ikut dalam kafilah Freedom Flotilla menuju Gaza. Kami masih menanti, masih tidak pasti, sementara berita berbagai ancaman Israel berseliweran.
Ada banyak cara untuk melewatkan waktu – banyak di antara kami yang membaca Al-Quran, berzikir atau membaca. Ada yang sibuk mengadakan halaqah. Beyza Akturk dari Turki mengadakan kelas kursus bahasa Arab untuk peserta Muslimah Turki. Senan Mohammed dari Kuwait mengundang seorang ahli hadist, Dr Usama Al-Kandari, untuk memberikan kelas Hadits Arbain an-Nawawiyah secara singkat dan berjanji bahwa para peserta akan mendapat sertifikat.
Wartawan sibuk sendiri, para aktivis – terutama veteran perjalanan-perjalan an ke Gaza sebelumnya – mondar-mandir; ada yang petantang-petenteng memasuki ruang media sambil menyatakan bahwa dia “tangan kanan” seorang politisi Inggris yang pernah menjadi motor salah satu konvoi ke Gaza.

Activism.

Ada begitu banyak activism, heroism…Bahkan ada seorang peserta kafilah yangmengenakan T-Shirt yang di bagian dadanya bertuliskan “Heroes of Islam” alias “Para Pahlawan Islam.” Di sinilah terasa sungguh betapa pentingnya menjaga integritas niat agar selalu lurus karena Allah Ta’ala.

Yang wartawan sering merasa hebat dan powerful karena mendapat perlakuan khusus berupa akses komunikasi dengan dunia luar sementara para peserta lain tidak. Yang berposisi penting di negeri asal, misalnya anggota parlemen atau pengusaha, mungkin merasa diri penting karena sumbangan material yang besar terhadap Gaza.

Kalau dibiarkan riya’ akan menyelusup, na’udzubillahi min dzaalik, dan semua kerja keras ini bukan saja akan kehilangan makna bagaikan buih air laut yang terhempas ke pantai, tapi bahkan menjadi lebih hina karena menjadi sumber amarah Allah Ta’ala.

Mengerem

Dari waktu ke waktu, ketika kesibukan dan kegelisahan memikirkan pekejaan menyita kesempatan untuk duduk merenung dan tafakkur, sungguh perlu bagiku untuk mengerem dan mengingatkan diri sendiri. Apa yang kau lakukan Santi? Untuk apa kau lakukan ini Santi? Tidakkah seharusnya kau berlindung kepada Allah dari ketidak-ikhlasan dan riya’? Kau pernah berada dalam situasi ketika orang menganggapmu berharga, ucapanmu patut didengar, hanya karena posisimu di sebuah penerbitan? And where did that lead you? Had that situation led you to Allah, to Allah’s blessing and pleasure, or had all those times brought you Allah’s anger and displeasure?

Kalau hanya sekedar penghargaan manusia yang kubutuhkan di sini, Subhanallah, sungguh banyak orang yang jauh lebih layak dihargai oleh seisi dunia di sini. Mulai dari Presiden IHH Fahmi Bulent Yildirim sampai seorang Muslimah muda pendiam dan shalihah yang tidak banyak berbicara selain sibuk membantu agar kawan-kawannya mendapat sarapan, makan siang dan malam pada waktunya… Dari para ‘ulama terkemuka di atas kapal ini, sampai beberapa pria ikhlas yang tanpa banyak bicara sibuk membersihkan bekas puntung rokok sejumlah perokok ndableg.

Kalau hanya sekedar penghargaan manusia yang kubutuhkan di sini, Subhanallah, di tempat ini juga ada orang-orang terkenal yang petantang-petenteng karena ketenaran mereka.

Semua berteriak, “Untuk Gaza!” namun siapakah di antara mereka yang teriakannya memenangkan ridha Allah? Hanya Allah yang tahu.

Gaza Tak Butuh Aku

Dari waktu ke waktu, aku perlu memperingatkan diriku bahwa Al-Quds tidak membutuhkan aku. Gaza tidak membutuhkan aku. Palestina tidak membutuhkan aku.

Masjidil Aqsha milik Allah dan hanya membutuhkan pertolongan Allah. Gaza hanya butuh Allah. Palestina hanya membutuhkan Allah. Bila Allah mau, sungguh mudah bagiNya untuk saat ini juga, detik ini juga, membebaskan Masjidil Aqsha. Membebaskan Gaza dan seluruh Palestina.

Akulah yang butuh berada di sini, suamiku Dzikrullah-lah yang butuh berada di sini karena kami ingin Allah memasukkan nama kami ke dalam daftar hamba-hambaNya yang bergerak – betapa pun sedikitnya – menolong agamaNya. Menolong membebaskan Al-Quds.

Sungguh mudah menjeritkan slogan-slogan, Bir ruh, bid dam, nafdika ya Aqsha… Bir ruh bid dam, nafdika ya Gaza!Namun sungguh sulit memelihara kesamaan antara seruan lisan dengan seruan hati.

Cara Allah Mengingatkan

Aku berusaha mengingatkan diriku selalu. Namun Allah selalu punya cara terbaik untuk mengingatkan aku.

Pagi ini aku ke kamar mandi untuk membersihkan diri sekedarnya – karena tak mungkin mandi di tempat dengan air terbatas seperti ini, betapa pun gerah dan bau asemnya tubuhku.

Begitu masuk ke salah satu bilik, ternyata toilet jongkok yang dioperasikan dengan sistem vacuum seperti di pesawat itu dalam keadaan mampheeeeet karena ada dua potongan kuning coklaaat…menyumbat lubangnya! Apa yang harus kulakukan? Masih ada satu bilik dengan toilet yang berfungsi, namun kalau kulakukan itu, alangkah tak bertanggung- jawabnya aku rasanya? Kalau aku mengajarkan kepada anak-anak bahwa apa pun yang kita lakukan untuk membantu mereka yang fii sabilillah akan dihitung sebagai amal fii sabilillah, maka bukankah sekarang waktunya aku melaksanakan apa yang kuceramahkan?

Entah berapa kali kutekan tombol flush, tak berhasil. Kotoran itu ndableg bertahan di situ. Kukosongkan sebuah keranjang sampah dan kuisi dengan air sebanyak mungkin – sesuatu yang sebenarnya terlarang karena semua peserta kafilah sudah diperingatkan untuk menghemat air – lalu kusiramkan ke toilet.

Masih ndableg.

Kucoba lagi menyiram…

Masih ndableg.

Tidak ada cara lain. Aku harus menggunakan tanganku sendiri…

Kubungkus tanganku dengan tas plastik. Kupencet sekali lagi tombol flush. Sambil sedikit melengos dan menahan nafas, kudorong tangan kiriku ke lubang toilet…

Blus!

Si kotoran ndableg itu pun hilang disedot pipa entah kemana…

Lebih dari 10 menit kemudian kupakai untuk membersihkan diriku sebaik mungkin sebelum kembali ke ruang perempuan, namun tetap saja aku merasa tak bersih. Bukan di badan, mungkin, tapi di pikiranku, di jiwaku.

Ada peringatan Allah di dalam kejadian tadi – agar aku berendah-hati, agar aku ingat bahwa sehebat dan sepenting apa pun tampaknya tugas dan pekerjaanku, bila kulakukan tanpa keikhlasan, maka tak ada artinya atau bahkan lebih hina daripada mendorong kotoran ndableg tadi.

Allahumaj’alni minat tawwabiin…

Allahumaj’alni minal mutatahirin…

Allahumaj’alni min ibadikas-salihin…

29 Mei 2010, 22:20
Santi Soekanto
Ibu rumah tangga dan wartawan yang ikut dalam kafilah Freedom Flotilla to Gaza Mei 2010.

Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul dan janganlah kamu merusakkan (pahala) amal-amalmu [47:33]